Ilham Safar, S.M., M.M
Dosen Manajemen, Universitas Fajar Makassar
Mahasiswa S3 Doktoral Ilmu Manajemen Universitas Muslim Indonesia
Bismillahirrahirahmaanirrahim
Semakin mendekati februari, meski baru saja di awali dan sedang berjalan di Januari, 2024 seperti sebuah genderang perang yang setiap waktunya tensinya semakin panas. Pesta demokrasi yang sebentar lagi mencapai puncaknya semakin terasa euforianya, perang gagasan, peran konsep, perang strategi dan juga perang kelompok-kelompok pendukung tentang calon presiden dan wakil presiden masing-masing kubu menghiasi setiap waktu, tidak hanya di dunia nyata namun juga di media sosial yang tentu saja suhunya lebih tinggi lagi.
Menghindari pembahasan tentang Pemilu akhir-akhir ini sepertinya sangat sulit. Hal ini tentu bukan tidak beralasan, setiap penjuru tempat di Indonesia sedang dan semakin massiv membahas perhelatan lima tahun sekali ini. Sisi lainnya juga adalah, selalu ada informasi baru yang menjadi alasan kenapa diskusi ini terus berlanjut dan seolah semakin menyenangkan untuk dibahas.
Memang betul, ketiga kandidiat Calon Presiden ini merupakan putra-putra terbaik republik ini di bidang masing-masing. Calon presiden nomor urut satu misalnya, selain mantan Gubernur DKI yang menorehkan banyak keberhasilan, ia juga seorang Akademisi yang sukses dengan berbagai torehan. Pernah menjadi Rektor termuda di masanya, dan tentu pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dieranya. Hal ini tentu mendorong berbagai pihak untuk menarik menyimak torehan demi torehan yang dicapainya disetiap perjalanannya.
Sementara untuk Calon presiden nomor urut 2, masyarakat tentu tidak asing lagi dengan perjalanan yang ditorehkan, sikap militansi dan kenegaraan yang selalu dibangun juga menjadikan sosok prajurit TNI sebagai lambang kesetiaan, yang menariknya beliau juga adalah pebisnis yang luar biasa, tak heran jika banyak aspek menjadikannya layak untuk terus berkompetensi sebagai calon orang nomor 1 di Republik ini.
Lalu, jika kita melihat Calon Presiden nomor urut 3 yang merupakan gubernur dua periode, yang malang melintang di pemerintahan, seolah membuktikan bahwa kemampuan yang dimilikinya adalah jawaban tepat terhadap permasalahan yang telah dihadapi bangs aini.
Tentu, masyarakat yang merasa bingung dan galau untuk menentukan pilihan tentang siapa yang layak menjadi pilihan adalah hal yang wajar dan dapat kita maklumi. Hal ini tidak terlepas dari bahwa ketiganya adalah putra-putra terbaik negeri ini.
Namun, dalam perjalanannya, kita sering melihat dan mendengar diberbagai sudut diskusi, bahwa tensi-tensi tinggi sering menghiasi pembahasan terkait hal ini. Saya akhirnya mencoba menyimak dan menikmati berbagai argument yang lahir, utamanya jika kita memantau media sosial yang hari ini setiap waktunya trending pembahasannya adalah menyangkut setiap capres masing-masing.
Menariknya, hal ini juga seolah terproduksi secara terstruktur melalui berbagai model kegiatan, setelah debat ke tiga yang mempertemukan masing-masing calon presiden, kondisi semakin panas dan terus bergejolak. Argument demi argument terbangun dan tersampaikan secara terus menerus. Polanya pun unik, setelah debat selesai, ditutup oleh moderator debat, ternyata kegentingan it uterus berlanjut, tidak hanya di masyarakat sebagai kelompok-kelompok simpatisan, juga ternayat narasi-narasi saat jumpa pers setiap Capress menyiratkan bahwa debat tadi belum selesai dan terus berlanjut. Ini terbukti bahkan dibeberapa potongan video yang berserakan di media sosial tentang aktivitas Capres masing-masing dalam kampanye dan bertemu masyarakat, pembahasan tentang isi debat itu masih terus berlanjut. Menariknya setiap dari mereka menjadikan situasi itu sebagai kesempatan untuk mengklarifikasi berbagai kejadian yang ada. Hal ini tentu memberikan gambaran bahwa, isu-isu penting yang dihadapi negeri ini semakin terkecilkan sebagai sebuah gagasan utama yang harus dibangun, karena kesibukan mengklarifikasi satu dengan yang lainnya.
Sebagai orang Manajemen, khususnya Manajemen Sumber Daya manusia, pola dan kondisi seperti ini harus mampu dipahami dan disikapi dengan lebih elegan. Bahwa pentingnya sebuah pengetahuan dan pengelolaanya sangat dibutuhkan. Mengelolah pengetahuan atau manajemen pengetahuan harusnya menjadi sebuah senjata kunci yang dimiliki masyarakat untuk menyikapi berbagai kondisi ini namun tetap terlibat dalam hidupnya pergelaran demokrasi kita. Dalam ilmu manajemen, konsep Manajemen Pengetahuan atau Knowledge Management (KM) adalah sebuah konsep yang relatif baru yang bergerak di atas infrastruktur teknologi informasi (Internet & Intranet) yang ada. Berbeda dengan konsep-konsep efisiensi prosedur, knowledge management di fokuskan untuk menjadikan seseorang/ sebuah institusi agar menang dalam kompetisinya karena memiliki pengetahuan yang lebih baik dari kompetitornya. Isu utama di knowledge management adalah competitiveness. Competitiveness tersebut di peroleh dengan cara mengelola pengetahuan yang kita miliki dengan baik dan effisien. Menurut Hendrik (2003:1) Pengetahuan sendiri menjadi sebuah gamabaran data dan informasi yang digabung dengan kemampuan, intuisi, pengalaman, gagasan, dan motivasi. Sumber pengetahuan bisa berbagai bentuk, contoh : koran, majalah, email, e-artikel, mailing list, e-book, kartu nama, iklan dan manusia. Ada dua bentuk yaitu tacit/implicit knowledge dan explicit knowledge. Tacit Knowledge : pengetahuan yang berbentuk pengalaman, skill, pemahaman, sedangkan Explicit Knowledge : pengetahuan yang tertulis, terarsip, tersebar (baik cetak maupun elektronik) dan bisa sebagai bahan pembelajaran (referensi) untuk orang lain.
Alangkah menyenangkannya, jika praktek knowledge management atau manajemen pengethauan ini kita gunakan dalam euphoria demokrasi. Menghimpun dan memastikan bahwa segala bentuk pengetahuan yang masyarakat miliki sudah cukup untuk membantu dalam pengambilan keputusan. Tentu saja, dalam praktiknya pengetahuan perlu melewati beberapa tahapan agar dapat diterima sebagai sebuah kebenaran yang hakiki, untuk itu manajemen pengetahuan mengajak setiap masyarakat untuk tidak hanya menrima informasi saja, melainkan melakukan validasi atas apa yang mereka dapatkan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa apa yang diperoleh adalah sebuah gambaran kebenaran dan fakta yang terjadi dilapangan.
Tidak hanya itu, gagasan-gagasan yang disampaikan setiap paslon tentunya harus kita posisikan sebagai sebuah capaian masa depan yang kira-kira jalannya telah dipersiapkan matang-matang sehingga tidak hanya menjadi sebuah informasi yang sifatnya sekali dalam lima tahun disampaikan.
Dalam sebuah tulisan di media sosial, ada narasi menarik yang tersampaikan, bahwa dalam kondisi pemilu seperti ini jadilah santai dalam menyikapi dan memilih calon pemimpin, ikutilah Langkah-langkah persis seperti kalian akan mendaftar kerja disebuah perusahaan. Mulailah dengan melihat berkas syarat utama, ijazah (pendidikan), suratk keterangan berbadan sehat, surat kelakuan baik dan catatan kepolisian dan berkas lainnya. Persis seperti apa yang kalian rasakan saat mengurus itu semua, lalu cobalah untuk simak dan pelajari setiap dokumen yang ada hingga akhirnya mewawancarai melalui gagasan dan cara komunikasi yang mereka tampilkan. Jika masyarakat kecil begitu panjang proses memperoleh pekerjaan dengan posisi bawahan, maka tentu harusnya lebih rumit lagi proses dalam memperoleh jabatan sebagai orang nomor satu di negeri ini.
Terakhir, kita Kembali menguatkan masing-masing dan terus bergandeng tangan bahwa pemilu harus kita meriahkan, namun pengetahuan harus kita libatkan, dan firman Allah dalam Alquran surah At-Tin ayat 4 “sungguh kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” harus tetap kita junjung agar nilai-nilai kemanusian dan persatuan terus terjaga.