Mendidik Talenta Unggul, Membangun Manusia Berdaya

banner 468x60

Dr. Ilham Safar, S.M., M.M, Pendidikan bukanlah jalur teknis menuju pekerjaan, melainkan proses panjang membentuk arah hidup manusia. Ketika sekolah dan kampus hanya dipahami sebagai pemberi ijazah dan nilai, maka sesungguhnya kehilangan orientasi utamanya: menciptakan manusia yang sanggup hidup, bekerja sama, berpikir, dan memberi makna bagi lingkungannya (Sahlberg, 2011).

Dalam kerangka manajemen SDM, pendidikan ideal adalah proses strategis yang membentuk manusia berdaya—individu yang memiliki kompetensi, karakter, dan kematangan sosial untuk menghadapi dunia yang kompleks (Ulrich & Dulebohn, 2015). Dunia kerja masa kini tidak lagi cukup dengan keahlian teknis. Yang dibutuhkan adalah individu yang adaptif, reflektif, kolaboratif, dan kontributif. Inilah esensi dari talenta unggul: bukan sekadar pintar, tetapi mampu hadir sebagai solusi dalam konteks sosial dan organisasionalnya.

banner 336x280

Sayangnya, banyak sistem pendidikan masih terjebak pada narasi administratif. Kurikulum lebih banyak menyiapkan siswa untuk menjawab soal daripada menjawab tantangan hidup (Fullan, 2007). Nilai dan peringkat sering kali menggantikan dialog dan eksplorasi. Dalam ruang-ruang kelas seperti ini, anak-anak diajarkan untuk patuh, bukan untuk tumbuh.

Pendidikan yang berorientasi pada talenta unggul menuntut pendekatan lintas aktor. Keluarga tidak lagi bisa abai, sekolah tidak cukup berjalan sendiri, dan dunia usaha perlu hadir dalam proses pembelajaran sejak dini. Pendidikan yang kuat lahir dari koneksi antara rumah, ruang kelas, dunia kerja, dan nilai-nilai kolektif masyarakat.

Indonesia menuju 2045 membutuhkan generasi yang bukan hanya terampil, tetapi juga tangguh, kreatif, dan bernurani. Inilah generasi yang tidak hanya siap bekerja, tetapi juga siap menciptakan pekerjaan; tidak hanya mencari pengakuan, tetapi hadir memberi solusi. Mereka tidak dilahirkan oleh sistem pendidikan yang membebani hafalan, tetapi oleh sistem pendidikan yang menumbuhkan keberanian untuk belajar ulang, meragukan, dan memperbaiki (UNESCO, 2022).

Dengan begitu, arah pendidikan tidak bisa lagi dibatasi pada standar teknis. Ia harus dikelola dengan prinsip yang sama seperti manajemen SDM: berorientasi pada nilai, proses, dan kesinambungan. Setiap tahapan pendidikan harus memuat kejelasan tentang tujuan manusia yang hendak dibentuk, bukan sekadar kompetensi yang hendak diuji.

Dalam banyak peradaban besar, pendidikan tidak pernah dimulai dari soal kurikulum, tetapi dari gagasan tentang manusia seperti apa yang ingin dilahirkan. Jika yang dicita-citakan adalah manusia yang bernalar, bekerja dengan makna, dan hidup dengan arah, maka pendidikan harus menjadi ladang nilai — bukan sekadar jalur karier.

Talenta unggul tidak dibentuk oleh hafalan, melainkan oleh proses panjang membangun kesadaran diri dan kesediaan untuk memberi manfaat. Dan manusia berdaya lahir dari ruang-ruang pendidikan yang menyentuh akal, hati, dan tindakan sekaligus.

Maka, mendidik adalah kerja jangka panjang, bukan proyek teknis. Ia adalah tanggung jawab sejarah untuk memastikan generasi mendatang tidak hanya hidup di masa depan, tapi mampu mengubahnya menjadi lebih bermakna.

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *